Sambil menyeberangi sepi,
Kupanggili namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengarku?
Malam yang berkeluh kesah
Memeluk jiwaku yang payah
Yang resah
Karena memberontak terhadap rumah
Memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala
Sia-sia kucari pancaran sinar matamu
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku
Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi
Dan duabelas ekor serigala
Muncul dari masa silamku
Merobek-robek hatiku yang celaka
Berulangkali kupanggil namamu
Dimanakah engkau wanitaku?
Apakah engkau juga menjadi masa silamku?
Kupanggili namamu
Kupanggili namamu
karena engkau rumah di lembah
dan tuhan, tuhan adalah seniman tak terduga
yang selalu sebagai sedia kala
hanya memperdulikan hal – hal yang besar saja
Seribu jari dari masa silam
menuding kepadaku
tidak,
aku tidak bisa kembali
Sambil terus memanggil namamu
amarah pemberontakanku yang suci
bangkit dengan perkasa malam ini
dan menghamburkan diri ke cakrawala
yang sebagi gadis telanjang membukakan diri padaku
penuh dan perawan
Keheningan sesudah itu
sebagi telaga besar yang beku dan akupun beku ditepinya
wajahku
lihatlah wajahku
terkaca dikeheningan
berdarah dan luka –luka dicakar masa silam
[
Kupanggil Namamu]
[baca selengkapnya...]